Tuesday, November 3, 2009

Kebijakan Umum Ketahanan Pangan


Ketahanan pangan adalah suatu kondisi yang memenuhi dua aspek sekaligus, yang pertama adalah tersedianya pangan yang cukup dan merata untuk seluruh penduduk, dan yang kedua, seluruh penduduk mempunyai akses fisik dan ekonomi terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi guna menjalani kehidupan yang sehat dan produktif dari hari ke hari.
Ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga merupakan landasan bagi ketahanan pangan masyarakat, yang selanjutnya menjadi pilar bagi ketahanan pangan daerah dan nasional. Berdasarkan pemahaman tersebut maka salah satu prioritas utama pembangunan ketahanan pangan adalah memberdayakan masyarakat agar mereka mampu menanggulangi masalah pangannya secara mandiri serta mewujudkan ketahanan pangan rumah tangganya secara berkelanjutan.
Melalui proses pemberdayaan, masyarakat ditingkatkan kapasitasnya agar semakin mampu meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatannya, baik melalui usahatani maupun usaha lainnya. Peningkatan produksi komoditas pangan akan memberikan kontribusi terhadap ketersediaan pangan dalam rumah tangga maupun dalam komunitas di daerah yang bersangkutan. Adapun peningkatan pendapatan akan menambah kemampuan daya beli, sehingga menambah keleluasaan masyarakat untuk memilih pangan yang beragam untuk memenuhikecukupan gizinya.
Bagi kelompok masyarakat tertentu yang rentan terhadap masalah kerawanan pangan seperti golongan miskin, ibu hamil dan anak balita, pemerintah wajib mengupayakan jaminan akses pangan bagi mereka, agar terpenuhi haknya untuk memperoleh pangan yang cukup.
5.1. Arah Kebijakan
Inti persoalan dalam mewujudkan ketahanan pangan terkait dengan adanya pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaannya. Permintaan pangan meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat, serta perkembangan selera. Dinamika sisi permintaan ini menyebabkan kebutuhan pangan secara nasional meningkat dengan cepat, baik dalam jumlah, mutu, dan keragamannya.
Sementara itu, kapasitas produksi pangan nasional terkendala oleh adanya kompetisi pemanfaatan dan penurunan kualitas sumberdaya alam. Apabila persoalan ini tidak dapat diatasi, maka kebutuhan akan impor pangan akan terus meningkat, dan ketergantungan terhadap pangan impor akan semakin tinggi. Ketergantungan impor pangan yang tinggi menimbulkan kerentanan yang dapat berimplikasi negatif terhadap kedaulatan nasional.
Pada tataran rumah tangga, persoalan yang menonjol dalam pemantapan ketahanan pangan adalah masih besarnya proporsi kelompok masyarakat yang mempunyai daya beli rendah, ataupun yang tidak mempunyai akses atas pangan karena berbagai sebab, sehingga mereka mengalami kerawanan pangan kronis maupun transien. Jika kondisi yang mereka alami ini berkelanjutan, maka bangsa ini akan kehilangan potensi dari sebagian sumberdaya manusianya karena kualitasnya menurun.
Di Kabupaten Tulang Bawang, kelompok rawan pangan sebagian besar berada di pedesaan, yang menggantungkan sebagian besar hidupnya dari sektor pertanian. Sesuai dengan keadaan tersebut, maka strategi perwujudan ketahanan pangan yang akan dilaksanakan adalah strategi jalur ganda (twintrack strategy), yaitu: (a) membangun ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan; dan (b) menggerakkan tanggung jawab seluruh komponen pemangku kepentingan (pemerintah dan masyarakat termasuk swasta) untuk melaksanakan kewajibannya dalam memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan dan miskin.
Pada sisi lain, Tulang Bawang mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai daerah agraris dan maritim. Keunggulan komparatif tersebut merupakan fundamental perekonomian yang perlu didayagunakan melalui pembangunan ekonomi sehingga menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage). Mengingat sektor pangan merupakan sektor yang strategis dalam menopang perekonomian, pemantapan ketahanan pangan hendaknya dikembangkan secara bersamaan/simultan dengan pengembangan sektor ini.
Memperhatikan cakupan permasalahan tersebut di atas, pembangunan ketahanan pangan diarahkan guna mewujudkan kemandirian pangan, untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah, dan nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi kerakyatan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.
Pada sisi ketersediaan, kebijakan ketahanan pangan diarahkan untuk:
(a) meningkatkan kualitas lingkungan dan kualitas sumberdaya alam dan air;
(b) menjamin produksi pangan utamanya dari produksi dalam negeri;
(c) mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat; dan
(d) meningkatan kapasitas produksi pangan dengan menetapkan lahan abadi untuk produksi pangan.

Pada aspek distribusi, kebijakan ketahanan pangan diarahkan untuk:
(a) meningkatkan sarana dan prasrana distribus pangan, sehingga efisiensi perdagangan dapat ditingkatkan, termasuk di dalamnya mengurangi kerusakan bahan pangan akibat distribusi yang tidak efeisien;
(b) mengurangi dan/atau menghilangkan peraturan daerah yang menghambat distribusi pangan antar daerah; dan
(c) mengembangkan kelembagaan pengolahan dan pemasaran di pedesaan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas distribusi pangan serta percepatan nilai tambah.
Dalam hal konsumsi, kebijakan ketahanan pangan diarahkan untuk:
(a) menjamin pemenuhan pangan bagi setiap rumah tangga dalam jumlah dan mutu yang memadai, aman dikonsumsi dan bergizi seimbang;
(b) mendorong, mengembangkan dan membangun serta memfailitasi partisipasi masyarakat dalam pemenuhan pangan sebagai implemntasi pemenuhan hak atas pangan;
(c) mengembangkan jaringan antar lembaga masyarakat untuk pemenuhan hak atas pangan; dan
(d) semakin meningkatnya efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan pangan/pangan bersubsidi kepada golongan masyarakat tertentu (golongan miskin, ibu hamil, balita gizi buruk, dsb).
Dengan arah seperti tersebut, maka kebijakan ketahanan pangan difokuskan kepada pemberdayaan rumah tangga dan masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri dalam mewujudkan ketahanan pangan dan mengatasi masalah-masalah pangan yang dihadapi. Pemberdayaan masyarakat tersebut diupayakan melalui peningkatan kapital dan kapasitas rumah tangga agar mampu memproduksi, mengolah dan memasarkan produk pangan, serta mampu memasuki pasar tenaga kerja dan memberikan kesempatan berusaha guna meningkatkan pendapatan rumah tangga.
5.2. Tujuan Pembangunan Ketahanan Pangan
Pembangunan ketahanan pangan diarahkan untuk mencapai sasaran mikro/tingkat rumah tangga/individu dan secara makro/nasional. Sasaran secara mikro/tingkat rumah tangga, dicirikan oleh indikator sebagai berikut:
1. Dipertahankannya ketersediaan energi perkapita minimal 2.200 Kkal/hari, dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari.
2. Meningkatnya kemampuan pemanfaatan dan konsumsi pangan perkapita untuk memenuhi kecukupan energi memimal 2.000 Kilokalori/hari dan protein sebesar 52 gram/hari, dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) minimal lebih besar 80.
3. Berkurangnya jumlah penduduk yang rawan pangan kronis (yang mengkonsumsi kurang dari 80% AKG) menjadi 1 persen; termasuk di dalamnya ibu hamil yang mengalami anemia gizi dan balita dengan gizi kurang.
4. Tertanganinya secara cepat penduduk yang mengalami rawan pangan transien di daerah karena bencana alam dan bencana sosial.
5. Meningkatnya rata-rata penguasaan lahan petani. Sedangkan secara nasional, pencapaian sasaran pembangunan ketahanan pangan dapat diukur melalui beberapa indikator yaitu:
a. Meningkatnya kemandirian pangan yang diwujudkan melalui pencapaian swasembada beras berkelanjutan, swasembada jagung pada tahun 2007, swasembada kedele pada tahun 2015, swasembada gula pada tahun 2009 dan swasembada daging sapi pada tahun 2010; serta membatasi impor pangan utama di bawah 10 persen dari kebutuhan pangan nasional.
b. Meningkatnya kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
c. Meningkatnya jangkauan jaringan distribusi dan pemasaran pangan yang berkeadilan ke seluruh daerah bagi produsen dan konsumen.
d. Meningkatnya kemampuan pemerintah dalam mengenali, mengantisipasi dan menangani secara dini serta dalam melakukan tanggap darurat terhadap masalah kerawanan pangan dan gizi.
5.3. Kebijakan Umum
Substansi kebijakan umum ketahanan pangan terdiri dari 12 elemen penting, yang diharapkan menjadi panduan bagi pemerintah, swasta dan masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, tingkat wilayah dan tingkat nasional. Selain memberikan arah kebijakan yang lebih jelas dan mudah dicerna, pemerintah berperan dalam menjabarkan secara rinci kebijakan-kebijakan lain yang mampu memberikan insentif dari hulu sampai hilir, serta memberikan perlindungan kepada petani dan konsumen sekaligus. Adapun elemen-elemen penting dalam kebijakan umum ketahanan pangan adalah sebagai berikut:
A. Ketersediaan
1. Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Kelestarian produksi pangan yang dilakukan dengan Indeks Pertanaman yang tinggi ditentukan oleh kemampuan hutan dan Daerah Aliran Sungai dalam menjaga kestabilan pasokan air bagi usahatani. Peningkatan kualitas sumberdaya alam khususnya lahan dan air diarahkan untuk menjamin penyediaan pangan yang cukup, aman dan berkelanjutan. Pemerintah mengembangkan lahan pertanian produktif, mencegah alih fungsi lahan pertanian subur berigasi teknis, dan memperbaiki tata ruang, administrasi dan sertifikasi pertanahan agar tidak menimbulkan ketidakadilan baru. Pemerintah juga memfasilitasi pelestarian sumberdaya air, membangun dan memelihara jaringan irigasi, dan bersama masyarakat mengelola pemanfaatan sumberdaya air secara adil dan berkelanjutan.
2. Meningkatkan Produksi Pangan untuk Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri.
Apabila kemampuan produksi bahan pangan domestik tidak dapat mengikuti peningkatan kebutuhan pangan masyarakat, maka di masa mendatang Tulang Bawang akan menjadi daerah importir pangan. Peningkatan produksi pangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi rumah tangga dengan bertumpu pada kemampuan produksi dalam negeri melalui pengembangan sistem produksi, efisiensi sistem usaha pangan, pengembangan teknologi produksi pangan, pengembangan sarana dan prasarana produksi pangan, perlindungan dan pengembangan lahan produktif, serta pemanfaatan potensi sumberdaya lokal. Pemerintah memberikan dukungan pada upaya peningkatan produktivitas pangan, terutama pangan pokok, termasuk pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, penataan pertanahan dan sistem tata ruang yang memadai.
3. Mengembangkan Infrastruktur Pertanian dan Pedesaan.
Peningkatan dan perbaikan infrastruktur pertanian dilakukan untuk mempaersingkat waktu dan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan bahan pangan yang siap dipasarkan ke konsumen. Buruknya kondisi infrastruktur pertanian seperti jalan usahatani, lantai jemur, gudang dan sarana pendukung lainnya juga menyebabkan tingginya perbedaan harga pangan yang harus ditanggung oleh konsumen, sementara harga di tingkat petani masih tetap rendah.
4. Mengembangkan Kemampuan Pengelolaan Cadangan Pemerintah dan Masyarakat.
Cadangan pangan dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan pangan, kelebihan pangan, gejolak harga dan keadaan darurat. Cadangan pangan diutamakan berasal dari produksi dalam negeri dan pemasukan atau impor pangan hanya dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi. Pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan desa menyediakan dan mengelola cadangan pangan tertentu yang bersifat pokok. Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan dan mengelola cadangan pangan masyarakat sesuai dengan kearifan dan budaya lokal.
B. Distribusi
1. Meningkatkan Sarana dan Prasarana Untuk Efisiensi Distribusi dan Perdagangan Pangan.
Pemerintah mengembangkan sarana, prasarana dan pengaturan distribusi pangan serta mendorong partisipasi masyarakat dalam mewujudkan sistem distribusi pangan yang efisien. Perhatian khusus diberikan pada daerah-daerah terpencil yang rawan terhadap gangguan bencana alam.
2. Mengurangi dan/atau Menghilangkan Perda yang Menghambat Distribusi Pangan Antar Daerah.
Pemerintah, khususnya pemerintah daerah meminimalkan Perda yang mengakibatkan tingginya biaya retribusi. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat yang tinggal di daerah terpencil tidak harus menanggung biaya distribusi yang memberatkan, baik terhadap input produksi maupun terhadap hasil produksi pangan.
3. Mengembangkan Kelembagaan dan Sarana Fisik Pengolahan dan Pemasaran di Pedesaan.
Pengembangan kelembagaan dan sarana pengolahan dan pemasaran di pedesaan dilaksanakan untuk menjaga kualitas bahan pangan yang dihasilkan di tingkat produsen, meningkatkan posisi tawar dari petani produsen, memfasilitasi berkembangnya usaha pengolahan pangan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
4. Menyusun Kebijakan Harga Pangan untuk Melindungi Produsen, Pedagang dan Konsumen.
Penetapan kebijakan harga pangan tertentu yang bersifat pokok dilakukan untuk menghindari terjadinya gejolak harga yang mengakibatkan keresahan masyarakat. Pemerintah melakukan pemantauan dan stabilisasi harga pangan tertentu yang bersifat pokok melalui pengelolaan pasokan pangan, kelancaran distribusi pangan, kebijakan perdagangan, pemanfaatan cadangan pangan dan intervensi pasar apabila diperlukan.
C. Konsumsi
1. Meningkatkan Kemampuan Akses Pangan Rumah Tangga Sesuai Kebutuhan Jumlah, Mutu, Keamanan, dan Gizi Seimbang.
Akses rumah tangga terhadap pangan diwujudkan melalui pengendalian stabilitas harga pangan, peningkatan daya beli, pemberian bantuan pangan dan pangan bersubsidi. Pemerintah memantau dan mengidentifkasi secara dini tentang kekurangan dan surplus pangan, kerawanan pangan, dan ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangannya serta melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan yang diperlukan. Bantuan pangan dan pangan bersubsidi disalurkan kepada kelompok rawan pangan dan keluarga miskin untuk meningkatkan kualitas gizinya.
2. Mendorong, Mengembangkan, dan Memfasilitasi Peran Serta Masyarakat (LSM, Organisasi Profesi, Koperasi, Organisasi Massa) dalam Memenuhi Hak Atas Pangan Khususnya Bagi Kelompok Kurang Mampu.
Pemerintah bersama dengan masyarakat mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional hingga ke tingkat rumah tangga. Pemerintah memfasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan terutama melalui alokasi anggaran yang memadai serta mendorong peran-serta sektor swasta dalam penelitian dan pengembangan ketahanan pangan. Pemerintah meningkatkan kesadaran masyarakat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi pangan dan gizi, serta peningkatan kapasitas dan motivasi masyarakat. Peran serta masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan, mencakup pengembangan aktivitas produksi, perdagangan dan distribusi pangan, pengelolaan cadangan pangan, konsumsi pangan bergizi seimbang, serta pencegahan dan penanggulangan masalah pangan.
3. Meningkatkan Efisiensi dan Efektifitas Intervensi Bantuan Pangan dan Pangan Bersubsidi Kepada Golongan Masyarakat Rawan Pangan Termasuk Kelompok Lanjut Usia dan Penyandang Cacat Ganda.
Pencegahan keadaan rawan pangan dan gizi dilakukan melalui pengembangan dan pemantapan sistem isyarat dini dan intervensi bantuan yang memadai. Pemerintah melakukan pencegahan dan penanggulangan keadaan rawan pangan dan gizi akibat kemiskinan dan keadaan darurat karena bencana alam, konflik sosial dan paceklik yang berkepanjangan. Pemerintah juga memberikan bantuan pangan bersubsidi bagi kelompok lanjut usia dan penyandang cacat ganda. Penanggulangan keadaan rawan pangan dan gizi dilakukan melalui pemberian bantuan pangan dan pelayanan kesehatan, serta penguatan kapasitas individu dan kelembagaan masyarakat perdesaan dan perkotaan. Rumitnya jalur birokrasi yang harus dilalui dalam penyaluran bantuan pangan dapat berakibat kepada keterlambatan penyaluran bantuan. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan efisiensi dan efektifitas intervensi bantuan pangan pangan bersubsidi melalui penghapusan hambatan dan halangan yang bersifat birokratif dan administratif.
4. Mempercepat proses Divesifikasi Pangan Ke Arah Konsumsi yang Beragam dan Bergizi Seimbang.
Konsumsi pangan yang beragam dengan gizi seimbang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia manusia. Kemampuan dan pola konsumsi pangan rumah tangga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan budaya setempat. Oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi mengenai diversifikasi pangan didukung oleh media massa agar pemahaman mengenai diversifikasi pangan dapat dipahami secara tepat oleh masyarakat luas. Beberapa masalah yang dihadapi dalam hal konsumsi pangan antara lain adalah: Sampai saat ini konsumsi beras perkapita di rumah tangga masih sangat tinggi, yaitu sekitar 197,84 kg/kapita/tahun (NBM Tahun 2005). Dominasi beras dalam pola konsumsi masyarakat ini menyebabkan kualitas konsumsi gizi masih belum beragam dan bergizi seimbang.

0 comments:

Post a Comment

 

ShoutMix chat widget

Followers

SEMUA ADA DISINI Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts